MASALAH ETIK DAN PENYELESAIANNYA DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN VASEKTOMI (MOP) DAN TUBEKTOMI (MOW)
MASALAH ETIK DAN PENYELESAIANNYA DALAM PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
VASEKTOMI (MOP) DAN TUBEKTOMI (MOW)
Kelas B13.1
Kelompok 5
1.
Helaria Aviana
Ice 16140011
2.
Astika Diana
Sari 16140019
3.
Trias Adi
Puspitasari 16140041
4.
Riska Tri
Novianti 16140042
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI D IV BIDAN PENDIDIK
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemerintah telah menyediakan berbagai macam metode
alat kontrasepsi yang bisa digunakan sesuai dengan pilihan yang disesuaikan indikasi
dan kontraindikasi alam penggunaannya.
Macam-macam alat kontrasepsi yang dapat dipilih oleh
akspektor meliputi : KB Alamiah yaitu metode kalender, metode suhu basal,
metode lendir serviks, Coitus Interuptus, kondom, diafragma, spermatisid
vaginal, kontrasepsi hormonal yaitu pil, suntik, implant, IUD, dan kontrasepsi
mantap meliputi MOW atau Tubektomi dan MOP atau Vasektomi (Hanafi, 2004).
Berdasarkan data faktor yang mempengaruhi seorang
ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi mantap atau MOW berasal dari dalam diri
atau internal dan dari luar atau eksternl. Faktor interen meliputi pengetahuan,
motivasi, umur dan paritas. Sedangkan faktor eksternal lain peran suami,
petugas kesehatan, sosial ekonomi dan sosial budaya. Peran adalah seperangkat
tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Mubarok W,
2006).
Pemilihan salah satu jenis kontrasepsi bukan mutlak
kehendak istri selama tidak ada kontra indikasi karena suami juga mempunyai hak
untuk memberikan pilihan pada istrinya. Oleh karena itu diperluakan adanya
musyawarah dalam memilih dan menggunakan jenis kontrasepsi karena hal tersebut
akan mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Peran suami dalam memantapkan dan
melaksanakan program KB sangat penting, karena suami merupakan tolak ukur
berhasil atau tidaknya program itu sendiri, karena program KB bertujuan
untuk 33 Jurnal Midpro, edisi 1 /2011
keluarga, maka keluargalah yang
mempunyai potensi kuat dalam berlangsungnya program (Saifudin, AB, 2006).
Peran petugas kesehatan adalah memberikan informasi
yang adekuat kepada masyarakat sehingga seseorang mempunyai pengetahuan yang
meningkat, hal ini akan mendukung sesoorang untuk bertindak dan berperilaku
(Soekijo Notoatmodjo S., 2003). Rendahnya akseptor yang menggunakan kontrasepsi
mantap atau MOW dipengaruhi oleh peran suami, merupakan salah satu bentuk
kegagalan program KB yang dapat memberikan dampak tidak baik pada perkembangan
suatu bangsa, sehingga perlu pensuksesan program KB Nasional untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan kesejahteraanbagi keluarga. Peran petugas kesehatan
mempunyai pengaruh yang besar pula dalam menumbuhkan dan memantapkan program KB
melalui konseling untuk memperoleh informasi yang tepat, benar dan jelas
tentang KB yang akan dipilih dan digunakan. Berdasarkan uraian tersebut maka
penelitian membatasi pada masalah hubungan paritas dan peran suami dalam
pemilihan alat kontrasepsi mantap atau MOW. (Sarwono,1999).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian vasektomi (MOP) dan tubektomi
(MOW)?
2. Kenapa masalah vasektomi
(MOP) dan tubektomi (MOW) itu penting serta dilema dan etiknya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Vasektomi (MOP)
1.
Pengertian
Vasektomi (MOP) merupakan suatu metode kontrsepsi
pada pria yang aman, sedrhana dan efektif, memakan waktu operasi yang singkat
dan tidak memerlukan anestesi umum. (Hanafi, 2004, hal 307)
Menurut saifuddin, 2006 adalah prosedur klinik untuk
menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi
(penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. (Hal MK-85)
Sedangkan menurut (BKKBN, 2002) dalah salah satu
cara kontrasespsi pada pria. Merupakan kontrasepsi mantap (KONTAP) pada pria
yang bersifat ireversibel ( kesuburan praktis tidak dapat dikembalikan )
2.
Efektifitas
v Sangat efektif
Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.
(saifuddin, dkk. 2006, Hal MK-85)
3.
Jenis
v Standar
v VTP
4.
Mekanisme kerja
Dengan mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
5.
Manfaat
v Efektif
v Aman, morbidibitas rendah dan hamper tidak ada
mortalitas.
v Sederhana
v Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit
v Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan
anestesi lokal saja.
v Biaya rendah (hanafi, 2004, hal 308)
6.
Keterbatasan
v Diperlukan suatu tindakan operatif
v Kadang-kadang menyebabkan kompilkasi seperti
perdarahan atau infeksi
v Kontap-pria belum memberikan perlindungan total
sampai semua spermatozoa, yang sudah ada di dalam system reproduksi distal dari
tempat oklusi vas deferens dikeluarkan
v Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku
seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang menyangkut
system reproduksi pria.
7.
Indikasi MOP
MOP merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas di
mana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau ganguan terhadap kesehatan pria
dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.
8.
Kontra Indikasi
MOP
v Infeksi kulit lokal, missal scabies
v Infeksi traktus genitalia
v Kelainan scrotum dan sekitarnya ( varicocele,
hydrocele besar, filariasis, hernia inguinalis, orchiopexy, luka parut bekas
operasi hernia, skrotum yang sangat tebal)
v Penyakit sistemik
v Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang
tidak stabil.
9.
Komplikasi dan penanganan
a) Komplikasi dapat
terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat setelah tindakan.
Komplikasi akibat reaksi mafilaksis yang disebabkan oleh pengguanaan lidokain
atau manipulasi berlebihan terhadap anyaman pembuluh darah di sekitar vasa deferensia.
b) Komplikasi pasca tindakan dapat berupa hematoma
skrotalis, infeksi atau abses pada testis, atrofi testis, epididimis kongestif
atau peradangan kronik granuloma di tempat insisi, penyulit jangka panjang yang
dapat mengganggu upaya pemulihan fungsi reproduksi adalah terjadinya antibody sperma.
B. Tubektomi
(MOW)
1. Pengertian
Tubektomi (MOW)
adalah oklusi tuba fallopii sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat
bertemu. (Hanafi, 2004, hal 243)
Sedangkan menurut (Saifuddin, dkk, 2006) adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang wanita. (Hal MK-82)
2. Efektifitas
v Sangat efektif ( 0,5 kehamilan per 100 prempuan
selama tahun pertama penggunaan)
v Efektif 6 – 10 minggu setelah operasi. (Hanafi, 2004, hal 322)
3. Jenis
v Minilaparotomi
v Laparoskopi
4. Mekanisme kerja
Dengan mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
5. Manfaat
v Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
v Tidak bergantung pada factor senggama.
v Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi
risiko kesehatan yang serius.
v Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan
anestesi lokal.
v Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
v Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada
efek pada produksi hormone ovarium)
(Hanafi, 2004,)
6. Keterbatasan
v Harus mempertimbangkan sifat permanen metode
kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi
rekanalisasi
v Klien dapat menyesal kemudian hari
v Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan
anestesi umum)
v Rasa sakit/ ketidaknyamanan dalam jangka pendek
setelah tindakan
v Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan
dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses
laparoskopi)
v Tidak melindungi dari IMS termasuk HIV/AIDS
(Hanafi,
2004)
7. Indikasi MOW
a) Usia > 26 tahun
b) Paritas > 2
c) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai
dengan kehendaknya
d) Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan
yang serius
e) Pasca persalinan
f) Pasca keguguran
g) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur
ini.
8. Yang sebaiknya tidak menjalani MOW
a) hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
b) perdarahan pervaginal yang belum terjelaskan (hingga
harus di evaluasi)
c) infesi sistemik atau pelvic yang akut (hingga
masalah itu disembuhkan atau dikontrol)
d) tidak boleh menjalani proses pembedahan
e) kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas
di masa depan
f) belum memberikan persetujuan tertulis.
9. Waku dilakukan
a) Setiap waktu selama silus haid apabila diyankini
secara rasional klien tersebut tidak hamil
b) Hari ke 6 hingga ke 13 dari siklus menstruasi (fase
proliferasi)
c) Pascapersalinan
Minilap : di dalam waktu 2 hari atau setelah 6
minggu atau 12 minggu.
Laparoskopi : tidak tepat untuk klien-klien
pascapersalinan.
d) Pacsa keguguran
Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap atau laparoskopi)
Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak
ada bukti infeksi pelvic (minilap saja)
10. Komplikasi dan penanganan
a. Infeksi luka : Apabila terlihat luka, obati dengan
antibiotic. Bila terdapat abses, lakukan drainase dan obati seperti yang
terindikasi.
b. Demam pasca : Obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan.
c. Luka pada kandung kemih, intestina (jarang terjadi) : Mengacu ke tingkat asuhan yang
tepat. Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi,
lakukan reparasi primer. Apabila ditemukan pascaoperasi, dirujuk ke RS yang
tepat bila perlu.
d. Hematoma (subkutan)
: Gunakan packs yang hangat dan lembab tsb. Amati : hal yang biasanya akan
berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila
ekstensif.
e. Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi (sangat
jarang terjadi) : Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi
intensif, termasuk Cairan intravena, resusitasi kardio pulmunar dan tindakan
penunjang kehidupan lainnya.
f. Rasa sakit pada lokasi pembedahan : Pastikan adanya
infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
g. Perdarahan superficial (tepi-tepi kulit atau
subkutan) : Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
C. Jika dilihat dari Dilema Etiknya
a.
Sudut Pandangan
Islam
Menurut ajaran agama islam, keluarga berencana dapat
dilakukan dengan cara mengatur jarak kehamilan. Meskipun sterilisasi seperti
tubektomi menurut ilmu kedokteran sangat efektif, efisien dan sangat minimal
efek sampingnya, namun cara ini tidak dibenarkan dalam ajaran agama islam.
Alasan yang dikemukakan dalam agama islam menolak tubektomi sebagai cara
sterilisasi, yaitu
1) Tubektomi menyebabkan kemandulan yang permanen
2)
Tubektomi dilakukan
dengan cara merusak alat tubuh manusia yaitu salah satu bagian dari organ
kelamin dalam wanita (internal genetalia organ)
b.
Dari segi medis
Dari segi medis cara ini yang
paling berhasil dengan efek samping yang sangat minimal dan mengeluarkan
sedikit biaya (ekonomis). Ligasi tuba tidak selalu berhasil mencegah kehamilan.
Ketika pembuahan tetap terjadi, kemungkinannya lebih besar untuk terjadi
kehamilan ektopik, yang merupakan penyebab utama kematian wanita hamil.
Sekitar 50% pria yang menjalani
vasektomi menanggung resiko tubuhnya lantas membentuk antibodi anti-sperma.
Artinya, tubuh mereka akan menganggap bahwa spermanya sendiri adalah zat asing
yang harus dilumpuhkan. Hal ini meningkatkan resiko penyakit-penyakit auto
imun. Beberapa penelitian menunjukkan pria yang menjalani vasektomi menghadapi
resiko lebih besar untuk mengidap kanker prostat, terutama setelah 15 sampai 20
tahun sesudah vasektomi, walau sebuah studi lain tidak menemukan hubungan itu.
D.
Tanggapan kelompok terhadap masalah dikaitkan dengan 7 kode kebidanan
Jika
dikaitkan dengan kode etik kebidanan dilihat dari sudut pandang kewajiban bidan
terhadap tugasnya
a).
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b).
Setiap berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau
rujukan.
c).
Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien.
·
Kewajiban bidan
terhadap klien dan masyarakat
a. Setiap bidan senantiasa menjujung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumapah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas
profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memlihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
senantiasa berpedoman pada. Peran, tugas, dan tanggung jawab sesuai dengan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
senantiasa mendahulukan kepentingan kliery menghormati hak klien dan
menghormati nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan
identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana
yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
·
Kewajiban bidan
terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air
a. Setiap bidan dalam menjarankan tugasnya,
senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan,
khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
b. Setiap bidan melalui profesinya
berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk
meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.
E.
Solusi/ide kelompok terhadap masalah
- Sebagai bidan harus bisa memberikan pilihan kepada klien
- Sebaiknya bagi pasangan suami istri memilih alat kontrasepsi dengan benar sesuai dengan pengetahuannya.
- Harus ada persetujuan terlebih dahulu bagi pasangan suami istri apabila ingin melakukan tindakan.
- Tenaga medis yang melakukan tindakan kontrasepsi, harus memberi informasi seluas-luasnya kepada pasangan suami istri sebelum melakukan tindakan.
Peraturan Pemerintah tahun 2014 PP 61 Tahun 2014 Bagian
keempat tentang Pelayanan Pengaturan Kehamilan, Kontrasepsi, dan Kesehatan
Seksual
Pasal 22
(1) Setiap orang berhak memilih metode kontrasepsi
untuk dirinya tanpa paksaan.
(2) Metode kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai pilihan pasangan suami istri dengan mempertimbangkan usia, paritas,
jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma agama.
(3) Metode kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang berupa pelayanan kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR),
Implant, dan Metode Operasi Wanita (MOW)/Metode Operasi Pria (MOP) harus
dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Vasektomi (MOP) merupakan suatu metode kontrsepsi
pada pria yang aman, sedrhana dan efektif, memakan waktu operasi yang singkat
dan tidak memerlukan anestesi umum. (Hanafi, 2004, hal 307)
Menurut saifuddin, 2006 adalah prosedur klinik untuk
menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi
(penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. (Hal MK-85)
Sedangkan menurut (BKKBN, 2002) dalah salah satu
cara kontrasespsi pada pria. Merupakan kontrasepsi mantap (KONTAP) pada pria
yang bersifat ireversibel ( kesuburan praktis tidak dapat dikembalikan )
Tubektomi (MOW)
adalah oklusi tuba fallopii sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat
bertemu. (Hanafi, 2004, hal 243)
Sedangkan menurut (Saifuddin, dkk, 2006) adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang wanita. (Hal MK-82)
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/06/kode-etik-bidan.html
http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/04/kontrasepsi-kb-mantap-medis-operatif.html
https://prashtipertiwi.wordpress.com/2014/05/02/keluarga-berencana-menurut-pandangan-islam-makalah
http://repository.unair.ac.id/13487/1/Rennywati%20Sjamsul.pdf
http://journal.unisla.ac.id/pdf/19622014/2.%20Hubungan%20peran%20suami%20dan%20istri%20sebagai%20akseptor%20mantap.pdf
Peraturan-Pemerintah-tahun-2014-PP-61-Tahun-2014-edit.pdf
Komentar
Posting Komentar