MAKALAH
MASALAH ETIK DAN PENYELESAIANNYA DALAM PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN KEBIDANAN
“Euthanasia”
Dosen Pengampu : Rizka
Ayu Setyani, SST
Di susun oleh :
Kelompok
1
1.
Nur Fitriani (16140015)
2.
Ni Luh Gede Adnyasuari (16140023)
3.
Aprilia Retno Sari (16140037)
4.
Jessika Wahyu Febriyanti (16140010)
5.
Maria Aprilia Nadia Billa (16140005)
Kelas : B.13.1
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
2017/2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan
Rahmat dan karunianya, sehingga tugas makalah
“Euthanasia “ ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan makalah “Euthanasia “ ini sebagai salah satu
syarat mengikuti atau menempuh mata kuliah mutu layanan kebidanan dan kebijakan kesehatan program studi DIV Bidan Pendidik di
Universitas Respati Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bentuk maupun isinya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya membangun.
Akhirnya, tiada kata yang paling berkesan selain
mengharapkan agar kiranya makalah “Euthanasia” ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Yogyakarta,
18 November 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia kedokteran
yang semakin maju, penemuan obat-obatan diharapkan dapat semakin berkembang
seriring berkembangnya pula berbagai macam penyakit kronis baru yang sulit
untuk disembuhkan dan mengancam nyawa penderitanya. Hingga sering kali para
dokter dan keluarga pasien putus asa menghadapi apa yang diderita oleh pasien.
Pada tahap ini pasien seringkali sudah dalam keadaan koma, yang membuat
seolah-olah hidup segan mati tak mau. Di sela-sela kebimbangan berbagai pihak,
seringkali muncul ide jalan keluar yang dianggap paling akhir untuk mengakhiri
penderitaan pasien jika memang pasien tidak lagi menunjukkan tanda-tanda
kesembuhan. Jalan akhir itu disebut euthanasia.
Contohnya memberikan dosis letal
pada anak yang lahir cacat. Kasus ini termasuk dalam kode etik bidan terkait “Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya,
senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat”.
Euthanasia
sendiri pun masih menimbulkan banyak kontroversi dikalangan medis sendiri. Di
kalangan medis, walaupun permintaan untuk melakukan euthanasia di ajukan, namun
para petugas medis akan melakukan pegkajian mendalam terlebih dahulu.
Pertanyaan klasik pun muncul, walaupun sudah diketahui bahwa seorang manusia
berhak atas hidup dan matinya sendiri, siapakah yang berhak menghilangkan nyawa
seseorang? Dari sudut hukum pun muncul berbagai pertimbangan berkaitan
pengambilan nyawa seseorang. Dapatkah euthanasia dikatakan sebagai
pembunuhan? Oleh karena itu makalah ini
diharapkan dapat mengungkap masalah euthanasia dari berbagai sudut pandang.
a.
Apa definisi euthanasia dan apa saja macam-macamnya?
b.
Mengapa dilakukan euthanasia?
c.
Bagaimana euthanasia menurut KUHP ?
d.
Bagaimana euthanasia dilihat dari sudut pandang agama?
e.
Bagaimana euthanasia dilihat dari sudut pandang ilmu
pengetahuan ?
f.
Bagaimana euthanasia dilihat dari sudut pandang hak asasi ?
g.
Bagaimana tanggapan kelompok terhadap masalah dikaitkan
dengan 7 kode etik kebidanan ?
h.
Bagaimana solusi/ide kelompok terhadap masalaah ?
a.
Mengetahui apa definisi dan macam-macam euthanasia.
b.
Mengetahui alasan mengapa euthanasia dilakukan.
c.
Mengetahui euthanasia dari sudut pandang hukum
d.
Mengetahui euthanasia dipandang dari sudut pandang agama.
e.
Mengetahui euthanasia dipandang dari sudut pandang ilmu
pengetahuan.
f.
Mengetahui euthanasia dipandang dari sudut pandang hak
asasi.
g.
Mengetahui tanggapan kelompok terhadap masalah jika
dikaitkan dengan 7 kode etik kebidanan.
h.
Mengetahui solusi dari kelompok agar euthanasia tidak
terjadi.
PEMBAHASAN
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti "baik", dan
thanatos, yang berarti "kematian"
(Utomo, 2003:177).
Dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah
kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang
dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat
kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang
kematiannya. (Hasan, 1995:145).
Menurut Philo (50-20
SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis
Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia
berarti “mati cepat tanpa derita’(dikutip dari 5). Sejak abad 19 terminologi
euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya
bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.
Euthanasia terdiri
dari berbagai macam jenis dan tujuan. Beberapa di antaranya adalah:
a.
Dilihat dari orang yang membuat keputusan
euthanasia dibagi menjadi:
v
Voluntary euthanasia, jika yang membuat
keputusan adalah orang yang sakit dan atas kemauannya sendiri; dan
v
Involuntary euthanasia, jika yang membuat
keputusan adalah orang lain seperti pihak keluarga atau dokter karena pasien
mengalami koma medis.
b.
Menurut Dr. Veronica Komalawati, S.H.,
M.H., ahli hukum kedokteran dan staf pengajar pada Fakultas Hukum UNPAD dalam
artikel harian Pikiran Rakyat mengatakan bahwa euthanasia dapat dibedakan
menjadi:
v
Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara
sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek
atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, memberi tablet sianida atau
menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh pasien.
v
Euthanasia pasif. Dokter atau tenaga
kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi
pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan
antibiotika kepada penderita pneumonia berat, dan melakukan kasus malpraktik.
Disebabkan ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien, secara tidak langsung
medis melakukan euthanasia dengan mencabut peralatan yang membantunya untuk
bertahan hidup.
v
Autoeuthanasia. Seorang pasien menolak
secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui
bahwa itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan
tersebut, ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan).
Autoeuthanasia pada dasarnya adalah euthanasia atas permintaas sendiri (APS).
c.
Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan Beberapa tujuan pokok
dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) Eutanasia hewan Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini
adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela
Meski
banyak pihak, bahkan hukum, mengatakan bahwa euthanasia tidak boleh dilakukan,
praktik euthanasia tetap terjadi dikalangan masyarakat. Euthanasia adalah
sebuah aksi pencabutan nyawa seseorang. Karena itu dilakukannya aksi tersebut
harus didukung dengan alasan yang kuat. Dari beberapa survey negara dan
penyaringan sumber, berikut adalah tiga alasan utama mengapa euthanasia itu
bisa dilakukan:
a.
Rasa Sakit yang Tidak Tertahankan
Mungkin argumen terbesar dalam konflik
euthanasia adalah jika si pasien tersebut mengalami rasa sakit yang amat besar.
Namun pada zaman ini, penemuan semakin gencar untuk mengatasi rasa sakit
tersebut, yang secara langsung menyebabkan presentase terjadinya assisted
suicide‖ berkurang.
Euthanasia memang sekilas merupakan jawaban
dari stress yang disebabkan oleh rasa sakit yang semakin menjadi. Namun ada
juga yang dinamakan drugged state‖ atau suatu saat dimana kita tak merasakan
rasa sakit apapun karena pengaruh obat.
Karena itulah kita bisa menyimpulkan bahwa
sebenarnya tidak ada rasa sakit yang tidak terkendali, namun beberapa pendapat
menyatakan bahwa hal tersebut memang bisa dilakukan dengan mengirim seseorang
ke keadaan tanpa rasa sakit, tapi mereka tetap harus di-euthanasia-kan karena
cara tersebut tidak terpuji.
Hampir semua rasa sakit bisa dihilangkan,
adapun yang sudah sebegitu parah bisa dikurang jika perawatan yang dibutuhkan
tersedia dengan baik. Tapi euthanasia bukalah jawaban dari skandal tersebut.
Solusi terbaik untuk masalah ini adalah dengan meningkatkan mutu para
profesional medis dan dengan menginformasikan pada setiap pasien, apa saja
hak-hak mereka sebagai seorang pasien.
Meskipun begitu, beberapa dokter tidak
dibekali dengan - pain management atau cara medis menghilangkan rasa sakit,
sehingga mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak apabila seorang pasien
mengalami rasa sakit yang luar biasa. Jika hal ini terjadi, hendaklah pasien
tersebut mencari doketr lain. Dengan catatan dokter tersebut haruslah seseorang
yang akan mengontrol rasa sakit itu, bukan yang akan membunuh sang pasien. Ada
banyak spesialis yang sudah dibekali dengan keahlian tersebut yang tidak hanya
dapat mengontrol rasa sakit fisik seseorang, namun juga dapat mengatasi depresi
dan penderitaan mental yang biasanya mengiringi rasa sakit luar biasa tersebut.
b.
Hak untuk Melakukan Bunuh Diri
Mungkin hal kedua bagi para pro-euthanasia
adalah jika kita mengangkat hal paling dasar dari semuanya, yaitu hak. Tapi
jika kita teliti lebih dalam, yang kita bicarakan di sini bukanlah memberi hak
untuk seseorang yang dibunuh, tetapi memberikan hak pada orang yang melakukan
pembunuhan tersebut. Dengan kata lain, euthanasia bukanlah hak seseorang untuk
mati, tetapi hak untuk membunuh.
Euthanasia bukanlah memberikan seseorang
hak untuk mengakhiri hidupnya, tapi sebaliknya, ini adalah persoalan mengubah
hukum agar dokter, kerabat, atau orang lain dapat dengan sengaja mengakhiri
hidup seseorang.
Manusia memang punya hak untuk bunuh diri,
hal seperti itu tidak melanggar hukum. Bunuh diri adalah suatu tragedi, aksi
sendiri. Euthanasia bukanlah aksi pribadi, melainkan membiarkan seseorang
memfasilitasi kematian orang lain. Ini bisa mengarah ke suatu tindakan
penyiksaan pada akhirnya.
c.
Haruskah Seseorang Dipaksa untuk Hidup?
Jawabannya adalah tidak. Bahkan tidak ada
hukum atau etika medis yang menyatakan bahwa apapun akan dilakukan untuk
mempertahankan pasien tetap hidup. Desakan, melawan
permintaan pasien, menunda kematian dengan
alasan hukum dan sebagainya juga bisa dinilai kejam dan tidak
berperikemanusiaan. Saat itulah perawatan lebih lanjut menjadi tindakan yang
tanpa rasa kasihan, tidak bijak, atau tidak terdengar sebagai perilaku medis.
Hal yang harus dilakukan adalah dengan
menyediakan perawatan di rumah, bantuan dukungan emosional dan spiritual bagi
pasien dan membiarkan sang pasien merasa nyaman dengan sisa waktunya.
Undang undang yang tertulis dalam KUHP
Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya
euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan
sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter
selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat
latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan
tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi
penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang
belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana
mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan
bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat menderita tersebut,
tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam KUHP
Pidana. Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan
yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan
yang ada yaitu pada Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359.
A.
Dalam ajaran agama islam
seorang Muslim yang membunuh seorang Muslim lainnya disetarakan
dengan membunuh dirinya sendiri. Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl
ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan
kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang,
dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun
negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981,
dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia
ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan
apapun juga.
B.
Dalam ajaran agama buddha
Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari
kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah
merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal tersebut di
atas maka nampak jelas bahwa
euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat
dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain daripada hal tersebut, ajaran Budha
sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna"). Mempercepat
kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan pelanggaran terhadap
perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian dapat menjadi
"karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan
keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut
C.
Dalam ajaran agama hindu
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan
pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah merupakan suatu
konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik
maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan.
Sebagai akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah
menjadi penghalang "moksa" yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus
reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa
adalah merupakan prinsip "anti kekerasan" atau pantang menyakiti
siapapun juga. Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran
Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang
mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma"
buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga
untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. Berdasarkan
kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya
tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana
sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu
dimana seharusnya ia menjalani kehidupan
D.
Dalam ajaran protestan
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani
dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan
berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan
kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan
apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.
Pengetahuan kedokteran
dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk
mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara ilmu
kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun
pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk
tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia–sia,
bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak
membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan
dana.
Hak asasi manusia selalu
dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan
jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan
dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum
euthanasia, yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.
Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak
langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk
menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas lagi dari
segala penderitaan yang hebat.
Dalam kode etik kebidanan dijelaskan bahwa setiap bidan
dalam menjalankan tugasnya, senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien dan keluarga. Euthanasia bukan
merupakan wewenang bidan, apabila didapatkan seorang bidan melakukan tindakan
tersebut maka bidan tersebut sudah menyalahi wewenangnya.
Tetapi disisi lain dalam kode etik bidan disebutkan bahwa
bidan harus menghormati hak klien dan salah satu hak klien adalah klien mempunyai hak untuk menghadapi kematian dengan
tenang. Jadi apabila pasien meminta euthanasia atau Autoeuthanasia
apakah sebagai tenaga kesehatan harus menghormati hak pasien tersebut?
Euthanasia masih menjadi kontroversi dalam kalangan medis
walau dari berbagai sudut pandang euthanasia merupakan suatu tindakan yang
dilarang.
Demikian banyaknya kontroversi masalah euthanasia, perlu
dilakukan penanganan masalah euthanasia. Seluruh pihak, khususnya yang bergerak
dibidang kedokteran harus peka menanggapi masalah ini. Berikut ini adalah
beberapa penanganan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah euthanasia:
1)
Penelitian yang berkelanjutan
pada pasien koma atau kritis
2)
Melakukan tindakan
medis dengan treatment yang tepat
3)
Penanganan
profesional terus dilakukan
4)
Mempertimbangkan
nilai-nilai moralitas, pasien merupakan manusia yang bermartabat yang perlu
ditangani secara manusiawi
5) Pelayanan manusiawi secara emosional dan spiritual.
BAB III
PENUTUP
Euthanasia berasal dari
bahasa Yunani yang berarti praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan
melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa
sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan
Dari segi pemberian keputusan ada euthanasia involuntary dan voluntary, menurut
Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., authanasia dibagi menjadi euthanasia
aktif, pasif, dan autoeuthanasia, ditinjau dari segi pelaksanaanya euthanasia
terdiri dari euthanasi agresif, non agresif, aktif, pasif, dan tidak
langsung.
Euthanasia tidak
seharusnya dilakukan karena selain berlawanan dengan hukum agama, negara, dan
kedokteran, euthanasia juga tidak mencerminkan tindakan menghargai nyawa
manusia. Karena sesungguhnya Tuhan-lah yang menentukan hidupmatinya seseorang.
Tapi disisi lain euthanasia dilakukan karena alasan sakit yang tidak
tertahankan, hak untuk melakukan bunuh diri dan seseorang tidak dipaksa untuk
hidup.
Dalam pembuatan makalah
berjudul Euthanasia penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
terjadi. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca,
demi penulisan makalah yang lebih baik di masa mendatang.
DAFTAR
PUSTAKA
Yudaningsih, Lilik Purwastuti. 2015. Tinjauan yuridis euthanasia dilihat dari
aspek hukum Pidana. Diambil dari : file:///C:/Users/pc/Documents/43316-ID-tinjauan-yuridis-euthanasia-dilihat-dari-aspek-hukum-pidana.pdf. (17 november 2017 )
--------, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia, Sinar Grafika, Jakarta Cetakan Pertama, 2000.
Slot Machines That Pay Out At Casinos That Don't Pay
BalasHapusCasinos with a 라이브스코어사이트 $100 Deposit Bonus – List of Most Popular 포커 족보 Slots - 2021 It can also be 토토커뮤니티 used 스포츠 무료중계 for both slot games and table games, as the slot games have 여캠 노출 사고